Dia... Kembali!

Dia kembali. Memaksaku mengenang memori-memori silam yang penuh luka. Aku menatap kosong ke dalam gelas yang berisi cairan putih yang sedari tadi kusesap. "Aku tak ingin mengingat lagi tentangnya." Ujarku pada Hana yg menemaniku di dapur. Kami baru saja menyelesaikan makan malam bersama. "Blokir saja. Supaya dia tak menghubungimu lagi." Hana memberi saran. "Aku benci padanya, Han. Aku terlalu sakit untuk menerimanya kembali." Kataku lagi dengan suara bergetar. Mati-matian kutahan agar bendungan di mataku tak tumpah. "Kau tak boleh menangis. Dan kuingatkan padamu, jangan terlalu membencinya. Bukankah kau pernah diposisi dimana kau begitu jatuh cinta padanya?! Hatimu bisa saja berbalik lagi nanti." Hana memberiku wejangan serius. Bagiku sangat serius karena kami sehari-hari tak pernah berbicara seserius ini. Aku hanya menanggapinya dengan tawa sumbang. "Iya. Kita tidak tahu masa depan, bukan. Tak ada yang tahu perihal jodoh." ...