Not Us (Stories Of Satria) - CERPEN
“Sat!” sebuah panggilan
mengiterupsi lamunanku. Kami masih di kelas, menunggu kedatangan Ibu Hana. Ini
pertemuan terakhir di semester 6. Aku masih fokus di depan layar laptop. Tak
menanggapi panggilan tersebut.
“Satria!” suara gadis
tersebut makin keras menyerukan namaku. Aku mendongak menatap sumber suara.
Tampak Tasya menatapku kesal karena mengabaikan panggilannya. Teman-teman kelas
pun ikut menatapku dan Tasya karena panggilan gadis itu, termasuk dia.
“mmm.. buku kamu yang
pernah aku pinjam, belum sempat aku kembalikan. Minggu depan saja, yah?” Tasya
tampak tak enak hati ditatap orang-orang disekitar.
Aku hanya bergumam
lirih. Lalu fokus kembali ke pekerjaanku yang belum selesai. Malas menanggapi
ocehan tak penting Tasya.
Otakku sudah melesat
jauh dari isi tugas kuliah yang ada di depan mata. Fikiranku kini berisikan si
dia yang tadi sempat kulihat dengan ekor mata, menatap kearahku. Aku kenapa
sih?
Terdengar langkah kaki
menuju ke kelas, kukira Ibu Hana, ternyata Ketua Tingkat kami.
Ia berjalan ke depan
kelas, menginformasikan bahwa Ibu Hana tak jadi masuk, dan menggantinya dengan
sebuah tugas yang harus diselesaikan juga hari ini. Teman-teman pada berkoor
ria. Terbebas dari Ibu Hana yang terkenal dengan kekillerannya adalah salah
satu hal yang menggembirakan.
“Aira!” Ketua Tingkat
menyebut nama gadis yang paling dekat dengan tempatnya berdiri.
Huffftt. Mendengar
namanya saja membuat jantungku berkebat-kebit.
“Oke.” Hanya itu
jawabannya ketika ketua Tingkat kami menyuruhnya mengeluarkan kertas selebaran
untuk Absensi.
Jarang mendengar
suaranya saja membuatku hampir gila, apalagi jika ia sudah berbicara panjang
lebar. Bisa-bisa, aku masuk di koran kampus, dengan pemberitaan “Satria Wijaya,
Mahasiswa Ekonomi tingkat 3 meninggal secara mendadak karena serangan jantung.”
Aku menggeleng cepat.
Mengenyahkan fikiran yang tidak-tidak itu. Ck. Aku benar-benar gila.
***
“Sat, gue harus
gimana?”
Reza terdengar
frustasi sekali. Tiba-tiba saja dia masuk ke kamar kosku dengan kondisi kacau
sekali. Aku hanya mengernyit bingung melihat tingkahnya yang tidak seperti
biasa.
“bantuin gue
dong Sat. Gue bisa gila lama-lama!”
Aku masih
bergeming di kasur, memainkan game online di smartphone milikku seperti sebelum
kedatangan Reza. Teman satu jurusanku tersebut tiba-tiba merebut HP di tanganku
sambil berdecak kesal.
Aku menatapnya
tajam. Anak ini Hobbi sekali mengganggu ketenangan orang.
“iya, lo
kenapa?” akhirnya aku mengangkat suara.
Wajahnya
terlihat makin menyedihkan.
“Aira, Sat.”
“Aira?”
“Iya. Aira. Aira
Dianti Kusuma. teman satu konsentrasi elo..”
Mendengar nama
itu, cerita Reza tentang penyebab kondisinya semengenaskan itu, semakin
samar-samar ditelingaku. Aku sibuk dengan fikiranku sendiri. Kenapa harus gadis
itu?
***
Wisuda Sarjana
Aku
memperhatikan gerak-geriknya dari ia naik keatas panggung untuk menerima
penghargaan sebagai salah satu Mahasiswi Cumlaude, sampai ia turun, kembali
bergabung dengan para Mahasiswa yang di wisuda hari ini. Ia berbeda. Selalu.
Tanpa kebaya dan aksesoris berlebihan seperti umumnya mahasiswi-mahasiswi yang
di wisuda. Jilbab hitam dengan wajah tertutup, serta jubah hijau tosca.
“Hei, liatin
siapa bro?”
Aku tersentak
dari lamunanku. Menoleh kebelakang, ternyata Reza disana dengan cengiran
khasnya. Aku tak menanggapi pertanyaannya. Berpura-pura fokus kembali dengan
acara yang telah berlangsung.
Reza mendekatkan
bibirnya ditelingaku sambil berbisik.
“Bulan depan gue
mau lamar Aira.”
Jantungku
mencelos. Apa yang dikatakan Reza tadi? Aku ingin amnesia saja dan lupa
perasaanku terhadap Aira, kalau sudah begini.
***
6 bulan Pasca Wisuda
Chat di grup
line Kelas Konsentrasiku pada saat kuliah berentetan masuk. Grup tersebut
memang belum dihapus. Katanya biar perteman kami tetap terjalin meski pun hanya
lewat dunia maya. Sepertinya ada berita menghebohkan. Mengingat semenjak
selesai kuliah, jarang sekali grup tersebut “hidup”.
“Wah! Selamat
sayang. Semoga dilancarkan hingga hari H.”
“cepet bener Ra.
Nggak kerja dulu?”
“congratulation
beb. Teman unyuku yang paling baik.”
“waw. Gercep
bener tuh cowok. Patah hati Abang, dek.”
“Selamat Aira.”
“selamat Aira
(2).”
“Selamat Aira
(3)”
“Selamat Aira
(4)”
“hei, yang
kreatif dong. Kebiasaan nyontek kalian pas kuliah. Coment ajah pake copas.”
“halah. Sensi
amat lo bro. Jangan-jangan lo patah hati juga. Hahaha.”
Tentang Aira
lagi. Gadis yang mengacaukan perasaanku dua tahun belakangan ini.
Aku belum
mendownload picture yang Aira kirim di grup. Aku takut menerima kenyataan yang
menyakitkan. Padahal aku sudah menduga. Aira dan reza akan menikah, seperti
yang dikatakan Reza dulu ketika acara wisuda bahwa ia ingin melamar Aira. Aku
merutuki diriku yang menye-menye begini. Lalu apa masalahku kalau Aira akan
menikah dengan Reza? Berarti mereka memang berjodoh, bukan?!
Aku menscroll
layar Smartphoneku keatas. Mencari picture yang menghebohkan teman-temanku di
grup. Dapat. Proses loading berlangsung. Dan.. selesai.
Aku menahan
nafas. Mataku membulat melihat nama Lelaki diatas nama Aira. Bukan Muhammad
Reza Adiyaksa. Tapi sebuah nama yang juga tidak asing bagiku. dr. Arkana Putra
Pratama. Kakak kelasku di SMA, mantan ketua Rohis, Seniorku di club judo, dan
teman main basketku setiap akhir pekan di lapangan kampus. Semua orang yang
mengenalnya akan terkesan padanya. Tampangnya yang sering membuat cewek-cewek
di sekolahku berteriak histeris dipinggir lapangan basket ketika dia mendribel
bola, sebanding dengan ketaatannya dalam beragama. Oh, tidak! Tubuhku terasa
mengkerut. Aku tidak ada apa-apanya dibanding kak Arkan. Dan Aira pantas
bersanding dengannya.
Ternyata bukan
aku atau pun Reza, tapi yang lain.
Aku penasaran,
bagaimana reaksi seorang reza ketika mendengar kabar ini?
Semoga dia tidak
berniat menenggak obat pembasmi serangga, setelah mengetahuinya.
Lalu aku,
mungkin khayalanku sewaktu kuliah akan jadi nyata. Terbitan koran Kampus yang
bertajuk “seorang Alumni Fakultas Ekonomi Universitas A , mendadak kena
serangan jantung, ketika mendapat kabar bahwa calon istri idamannya dinikahi
kakak seniornya”. Ck. Aku melempar tubuhku ke kasur. Pura-pura pingsan.
-End-
Hahaha. Kasian
yah si Satria. Padahal dia yang cerita, tapi ternyata bukan tokoh utama. Wkwk.
Tenang ajah Sat. Nanti aku buatkan cerita khusus untukmu, yang endingnya kamu
beneran kena serangan jantung. Eh, enggak ding. Aku tak sejahat itu. Dibuat
happy ending deh. Ketemu cewek yang sesuailah dengan dirimu. Mungkin Tasya.
Siapa tahu, dia punya perasaan lebih terhadapmu. *kedipmandja. Jangan sedih
yah. Mending samperin si Reza. Jangan sampai dia minum baigon beneran. Wkwk.
Yang ingin menyembuhkan luka Satria atau Reza, silahkan hubungi aku. Nanti
dipersambungin, biar mereka datang ke rumahmu, memintamu pada Ayahmu. Asseek.
*digelindinginreaders
Mungkin, kalian
pada bertanya-tanya, kenapa akhir—akhir ini nulisnya cerpen melulu. Jadi gini
guys, aku tuh orangnya moody-an. Banyakan di PC tulisanku-yang rencananya di
buat novel- kepending terus. Banyakan judul doang plus satu halaman cerita yang
nggak sampai-sampai. *seperti jodohku yang tak sampai-sampai hiks
So, aku jadi
berubah alur. Cerita yang harusnya jadi novel kurampingkan saja jadi cerpen.
Biar nggak mubazir di PC. Ya. Seperti itulah.
Buat kalian yang
punya kisah menarik dan penuh hikmah, bisa di share ke aku. Nanti ditulis (atau
kalau mau nulis sendiri juga boleh). Nama kalian pasti aku cantumin. Nggak ada
fee-nya yah. Soalnya aku nulis di blog ini nggak ada gaji. Buat happy-happy
ajah dan menyalurkan hobby menulis. Kalian berminat? Enggak yah? Ya sudah. Bye.
Comments
Post a Comment