Tentang perempuan-ku

  • Perempuan-perempuan yang dihadirkan dalam hidupku adalah perempuan-perempuan hebat. Mereka adalah Ibu dan kakak-kakak iparku. Perempuan-perempuan yang kusaksikan sendiri bagaimana mereka dengan sabar dan tangguh dalam menghadapi kenyataan hidup. Sungguh, kisah cinta tak selamanya indah bak FTV atau romansa. Sedikit kubercerita, laki-laki dalam keluargaku adalah jenis laki-laki yang tinggi egonya, keras kepala, pandai mengatur tapi tidak mau menerima saran dan kritik, jika marah akan diam seribu bahasa, namun jika moodnya baik maka mereka yang lebih dahulu yang menyelesaikan penyakit “mingkem”nya. Apakah semua lelaki begitu? Aku tak tahu.

                Maka sungguh Maha Adil Allah, menghadirkan pasangan untuk melengkapi. Maka aku jadi saksi, kesetiaan seorang istri hingga akhir hayat, yang kusebut ia Ibu. Dan aku jadi saksi, perjalanan hidup perempuan-perempuan pendamping abang-abangku, atas kesabarannya, kesetiaannya, rasa empatinya, mengalahnya demi cinta, pengertiannya, hingga kelemahan dan ketidakberdayaannya.

                Melihat pengalaman mereka, maka ada rasa khawatir menyusup dalam jiwaku, bagaimana laki-laki yang kelak akan membersamaiku dalam bahtera Rumah Tangga? Lalu, pada suatu kesempatan, kucurahkan keresahan ini pada mereka (pent-Kakak2 Iparku). Dijawablah oleh salah satu dari mereka “dik, setiap rumah tangga punya ujian tersendiri. Tidak ada perempuan yang tidak punya ujian dalam rumah tangganya”, “tapi disitulah seninya” sambung yang lain. Mereka cukup bijak dan dewasa dalam hal ini. Karena sedikit banyak mereka sudah menapaki jalannya. Meski harus terseok-seok menggapai tujuan, yaitu keridhoan Allah Azza Wa jalla.


                Kami perempuan. Sering meninggalkan jejak basah pada sudut mata. Memilih diam ketimbang marah. Menjadikan kesetiaan sebagai perinsip hidup. Ketika mencintai pasangan adalah kewajiban, meski harus sakit, dan luka tak berdarah. Memaafkan meski berjuta-juta kali untuk diulangi kesalahannya.

                Ini tentang perempuan. Makhluk lemah yang butuh pengayom dan pembimbing. Ingin Dihargai peluhnya dalam mengurus rumah tangga dan anak-anak meski hanya secercah perhatian. Harta bukanlah satu-satunya kebahagiaan baginya, melainkan kasih sayang dan pemuliaan. Mereka senantiasa butuh nasihat,secerdas apapun ia. Karena ia hanya tulang rusuk yang bengkok. Mereka menangis bukan untuk melemah-lemahkan diri, namun air mata adalah sumber kekuatannya. Kalian duhai lelaki, bukan kau tak paham bahasa perempuan, hanya saja egomu tinggi, mau dipahami tapi tak ingin memahami.

    Tulisan kecil untuk perempuan-perempuanku dimana pun berada.

    Mamuju tengah, ba’da Isya

    06 nopember 2017

Comments

Popular posts from this blog

(Bukan) Takdirku-Cerpen

ketika hidayah menyapa (cerpen)

Tentang Buku "Berdamai dengan Takdir"