Ketika Putus Ada Datang Menghampiri

Bismillah

Namanya juga hidup. Pahit manisnya harus dikecap. Kalau gak bisa legowo, yaa siap2 yg namanya depresi, putus asa, ketidakterimaan atas takdir, ujung2nya pengen akhiri hidup. Memang bakal benar2 berakhir? Ya nggaklah. Pertanggungjawabannya jauh lebih berat. Konsekuensi atas setiap perbuatan harus ditanggung.

 Setiap masalah datang, jangan lari, tapi hadapi. Apa pun yang terjadi, asal kita dilandaskan yang benar tak perlu takut.

 Contoh paling banyak dirasakan akhawat yang berhijrah, tidak diterima lagi oleh keluarganya, kecuali ia tanggalkan hijab dan juga pemahamannya. Gak perlu takut ukhtiy. Hadapi. Yang kita bela adalah syariat-Nya, gak mungkin Allah telantarkan kita.

 Saya mau ceritakan salah satu kisah seorang muslimah. Dia diuji dengan keluarganya. Hijab sempurna (dengan cadar) tidak diterima oleh keluarganya. Terlebih pemahamannya, sangat bertentangan dengan tradisi keluarganya selama ini. Alhasil, dia tidak diperbolehkan pulang ke rumah, yang pada saat itu berada di negeri rantau. Hampir setahun tidak ada komunikasi dengan orangtua dan keluarga. Diboikot dan tidak dapat jatah kiriman lagi. Pontang-panting nyari nafkah sendiri. Yang penting bisa ngeganjal perut. Kerak nasi pun jadi makanan nikmat. Setahun kurang sebulan, ia putuskan pulang. Apa pun resikonya. Adegan penuh drama sesampai di rumah pun terjadi. Tidak sampai gampar2an, cuman gak diajak ngomong sama yang empunya rumah. Hingga akhirnya, dia robohkan ego. Meminta maaf, meski dia merasa bukan dipihak yang salah.

Ternyata, kebencian keluarganya tak juga berakhir hari itu. Berlanjut selama ia pegang prinsip agama yang ia yakini kebenarannya. Maka, kedua kalinya ia langkahkan kaki. Pergi, tapi bukan kabur. Karena ia pamit baik-baik.

Serajut asa ia bangun setinggi langit. Bahwa Rabb-Nya tak akan sia-siakan ia di bumi-Nya. Ia lewati hidup dalam kesendirian. Berdiri di atas kaki sendiri. Dan ia lewati dengan mudah atas pertolongan-Nya.
***
Dalam setiap lantunan do'a, ketika mata mulai basah mengingat pedihnya luka, maka firman-Nya bergema di sudut-sudut hati yang menangis pilu "setelah kesulitan ada kemudahan, dan setelah kesulitan ada kemudahan".

Betapa kerdilnya iman, jika keputus asaan tak mampu diterjang. Tak ingatkah, bahwa sifat tersebut hanya milik kaum munafik. Sementara kita mengakui diri sebagai mukmin.

Yaa Rabbiy.. tunjukki kami jalan yang lurus. Beri kami hidayah dan taufik-Mu dalam mengarungi hidup yang penuh aral ini. Allahumma aamiin.

Makassar, 15 Oktober 2018

Comments

Popular posts from this blog

(Bukan) Takdirku-Cerpen

ketika hidayah menyapa (cerpen)

Tentang Buku "Berdamai dengan Takdir"