Kisah dibalik cerpen "Kalau jodoh, Mau Kemana?"


Awalnya nggak nyangka kalau cerpen "seberantakan" itu akhirnya bisa lolos moderasi di cerpenmu.com. (penulisan judulnya saja, udah salah. Apalagi isinya yang banyak typo. Haha). saya menulis cerpen ini sebulan sebelum wisuda alias disaat lagi sibuk-sibuknya menyusun skripsi. Saya lupa kapan tepatnya saya mengirimkan cerpen ini, tapi di website cerpenmu.com tertulis lolos moderasi 15 April 2017. 
Jadi, cerita tersebut terinspirasi dari gebetan saya di bangku menengah pertama. Wkwk. Saking nggak bisa lupanya sama doi hingga pada waktu saya menulis cerpen itu, saya masih mengimajinasikannya datang ke saya dengan menjadi sosok yang saya inginkan. Karena sampai saat ini pun, saya masih mengikuti perjalanan hidupnya yang "begitu - begitu saja". Jadi, soal doi tiba - tiba sudah "berubah" cuman kehaluan saya doang. Hihi.

Cerpen ini di publikasikan pertama kali di blog saya sendiri pada bulan April 2016. Kemudian dipublish di website cerpenmu.com. lalu di blog - blog lain juga. 

Saya orang yang paling nggak suka sama yang namanya nge-copy tulisan orang. Meskipun bukan buat nyari duit. Namun beda halnya dengan dicopynya cerpen saya dibeberapa blog. Saya tidak marah sama sekali, karena mereka masih mencantumkan nama penulisnya. Yaaa terlepas mereka dapat pemasukan dari blognya atau tidak. Makasih loh, ya, udah mau masukin tulisan "sampah" di blog kalian. Hehe.

Menjadi penulis itu nggak gampang. Itulah makanya, kita perlu menghargai jerih payahnya penulis, dalam hal ini nggak asal ngecopas tulisan orang. Dengan alasan nanti dia riya' kalau tulisannya terkenal. Apalagi bukibuk di facebook, tuh. Ya Allah, paling benci ngeliat sebuah tulisan bagus, nasihatnya nyampe kehati, tapi pas  sampai di baris terakhir ada hastag copas. Eeerrghh! Pengen saya cubit ginjalnya satu - satu yang nyebarin tulisan  orang kayak begitu. 

Di Twitter, salah seorang penulis terkenal curhat soal pemasukannya dalam menulis. Kata beliau, umumnya penulis itu cuman dapat  10% royalti itupun dipotong lagi dengan pajak. Udah gitu, tulisan aslinya banyak yang nggak laku karena yang laris itu yang bajakannya. Ini tuuh rasanya kayak kamu semaleman ngerjain PR matematika, terus besoknya di nyontek rame - rame teman sekelas. Semua dapat nilai tinggi, pas terima raport kamunya nggak dapat rangking. Yang dapat malah si tukang nyontek. *pedihguys. Hmmm, makanya saya sudah mengubur cita - cita saya untuk jadi penulis profesional. Saya lebih suka begini saja. Bisa bebas menuliskan apa saja yang ada di benak. Ada yang baca atau tidak, nggak peduli. Yang penting saya happy. Udah pernah nyoba daftarin di google adsense tapi ditolak. Yaudahlaya. 
Kalian ada juga yang minat jadi penulis profesional? Jangan mundur hanya karena sedikitnya penghasilan seorang penulis, ya. Jangan kayak saya. Hehe. Kalian bebas kok, untuk bercita - cita. Kita tetap menjadi merdeka dengan segala mimpi - mimpi yang kita punya. Dan yang paling penting, mimpi itu membuat kita bahagia.
Oke, segitu dulu curhatan saya di tengah kegabutan di masa karantina ini. Jaga kesehatan kalian, dan sampai jumpa di tulisan selanjutnya. Byeee!


Comments

Popular posts from this blog

(Bukan) Takdirku-Cerpen

ketika hidayah menyapa (cerpen)

Nikmat Sehat (Laa ba'sa Thohurun Insya Allah)