pemberhentian (renungan)



            Dalam suatu perjalanan, adalah kebiasaan merenungi setiap jejak-jejak yang terlewat. Dan baru kali ini, perenungan itu begitu mendalam. Hingga tak terbendung lagi tetesan demi tetesan dari atas roda dua. Mengingatnya membuatku tersenyum getir. Akan sebuah cita yang melambung tinggi. Menjadi pejuang agama Allah di bumi, hingga kelak mendapat hadiah teristimewa dari Sang Maha Pemberi, berupa Jannah. Beberapa fase telah terlewat, pahit manis “di jalan Dakwah” begitu istilahnya. Hingga tanya yang tak perlu jawaban keluar dari salah seorang –yang sengaja ku ajak berdiskusi- “bagaimana pertanggungjawabanmu atas segala ilmu yang kau sampaikan tanpa landasan yang kokoh?” tentu bukan maksud beliau meragukan keshohihan ‘ilmu yang kami dapatkan selama ini. Melainkan -kadang- para “Aktivis Dakwah” menyampaikan membabi buta. Menyampaikan dalil dengan “kurang lebih seperti itu bunyinya” alias tak hafal dalil, memberi jawaban kepada penanya dengan kata “mungkin” atau jawaban yang belum diketahui namun dipaksakan untuk dijawab agar wajah tidak tercoreng di depan mad’u,  Tentu kesalahan bukan 100% dari Penyampai tsb. Karena “Mereka-mereka” pun di genjot dari “atas” untuk mengajarkan, meski notabenenya ‘ilmu belum seberapa. Sholat wajib masih sering molor, amalan sunnah banyak di tinggalkan, lalai dalam membaca Al-Qur’an, sibuk dengan aktivitas akademik, lebih banyak melakukan hal-hal yang  kurang bermanfaat (nonton, main game, dan sejenisnya). Lalu mereka di “karbit” agar bisa menghasilkan penerus. Innalillahi wa inna ilaihi ro’jiuun..
            Duhai saudariku, benarkah cinta yang dahulu kau koar-koarkan? Mencintai Allah dan Rasul-Nya dan juga agama ini. Hingga setiap detik waktu berlalu, kau membuktikannya sendiri. Menjadi penyampai kebenaran, penegak kebathilan, namun kau sendiri meninggalkan amalan-amalan sunnah. “tertawa bisa mematikan hati” begitu katamu yang di kutip dari hadist Rasulullah, tapi kau sendiri tertawa terbahak-bahak di sudur ruang sana hingga tetangga terusik. “sholat di awal waktu lebih baik dari jihad” dari sebuah hadits kau sampaikan, namun kau sendiri terlambat subuhan karena begadang semalam demi sebuah rapat yang dipaksakan pembahasannya hingga larut, katamu “tak apa berlelah-lelah di dunia, nanti kita beristirahat di syurga” benarkah? Bagaimana kita bisa beristirahat di syurga, duhai saudariku, jika subuh kita saja sering molor, padahal yang kita dengung-dengungkan kepada mad’u “sholat tepat waktu”. Yang lebih miris lagi, menunda sholat karena sibuk dengan gadget, dunia maya, dan dunia pergame-an. Ya Rabbiy... ampuni kami.
Belum lagi akhlak para “Aktivis Dakwah” yang Subhanallah, sangat mengiris hati. Akhlakul karimah hanya ditampakkan di hadapan mad’u, lalu ketika bersama dengan sesamanya.. (silahkan dinilai sendiri).
            Tidak semua “Aktivis Dakwah” seperti itu. Shohih ya ukhti. Tidak semua. Namun sebagian besar. Maka benarnya sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam “Sesungguhnya akan datang pada manusia tahun-tahun yang penuh dengan tipuan, seorang pembohong dibenarkan dan seorang jujur dianggap berbohong, seorang pengkhianat dipercaya dan seorang yang dipercaya dianggap khianat, dan saat itu Ruwaibidhah akan berbicara. Diatanyakan kepada beliau , siapakah Ruwaibidhah itu?, beliau menjawab, IA ADALAH ORANG BODOH YANG BERBICARA TENTANG URUSAN ORANG BANYAK (UMAT).” HR. Ahmad.
Tengoklah mereka saudariku. Atau.. tak perlu jauh. Diri kita ini. Anak kemarin sore tiba-tiba di daulat menjadi pengisi di majelis ‘ilmu. Ah, sungguh miris rasanya.
Semoga bisa jadi renungan untuk kita semua.
Barokallahu fiikum jami’an.
 ditulis menjelang hijrah meninggalkan organisasi. akhir tahun 2016.

Comments

Popular posts from this blog

(Bukan) Takdirku-Cerpen

ketika hidayah menyapa (cerpen)

Nikmat Sehat (Laa ba'sa Thohurun Insya Allah)