Warna Baru dalam Hidup



7 bulan lalu ketika mendapat tawaran tersebut, saya sangat sangsi terhadap diri. Saya bisa gak, ya?! Secara bidang itu bukan saya banget. Gak punya basic. Meski pun sudah pernah beberapa hari menggantikan teman. Tapi, saya kembali berfikir bahwa apa pun patut dicoba. Selagi baik dan mendatangkan kebaikan. Pun saya sudah lelah dengan tekanan perasaan yang mendera di rumah saat itu. Setiap kita bisa saja mencoba. Karena proses belajar itu tiada henti. Orang lain bisa, kenapa kita tidak. Maka, akhirnya saya mencobanya. Dan betah, bahagia, penuh cerita serta pembelajaran yang banyak.
Dunia anak-anak, secara umum para wanita menyukainya. Karena fitrahnya merekalah yang akan jadi pendekap dan pemberi kehangatan kepada anak-anak. Saya sangat minim soal merawat dan mengurusi anak. Kecuali beberapa bulan saya serumah dengan kakak saya yang memiliki bayi perempuan. Sekedar memandikan, menyuapi, dan meninabobokan bi'idznillah sudah bisa. Tapi, untuk menghadapi berbagai perilaku mereka dengan tindak psikologi, saya yakin belum mampu.
Saya teringat awal memasuki semester baru kemarin. Hari pertama untuk anak-anak dan hari pertama buat saya. Saya cuman bisa meringis dan merapal do'a dalam hati kalau sudah melihat tingkah salah satu dari mereka yang kelewatan "semoga anak saya gak gini ya Allah..." Haha.
Pertama masuk sekolah, ketika anak-anak belum beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Belum kenal teman-temannya, belum kenal guru-gurunya, maka ini bagai neraka bagi mereka. Inginnya ikut Ummi saja kembali ke rumah yang sudah mengantar dengan upaya bujukan sana-sini. Ada yang menangis sesegukan di sudut tembok. Berderai air mata dan lelehan cairan di hidung. Diusapnya air mata tersebut bahkan digosok ke wajah, hingga menyatu dengan cairan lainnya. Dan saya harus membujuk dan menenangkannya dengan kata-kata manis. Tak mempan, maka di gendong pula. Meski dalam hati sudah iyuh-iyuh. (Belum lagi kalau harus nyebokin mereka. Huhu).
Ada juga yang sampai teriak-teriak karena di tinggal Ibunya. Bikin telinga sakit, tapi kudu sabar. Pintu kelas di gedor-gedor, jendela di panjati sambil meneriakkan nama Ibunya "mami! Mami!"
Beda lagi dengan si gadis kecil yang bawelnya gak jelas. Suka tantrum, dan lempar barang. Kalau gede, semoga dia jadi istri yang baik, gak lempar piring. Wkwk. Kalau sudah lelah membujuk, tanduk mulai naik, kata-kata manis sudah berganti dengan ancaman hukuman "tidak bermain" atau "tidak lagi disayang sama ustadzah", tapi justru hal ini membuatnya makin menjadi-jadi. Makin marah, makin nangis, dan makin ngambek. Haha.
Tapi, seiring berjalannya waktu, mereka sudah bisa bersosialisasi dan beradaptasi. Sudah menyukai bermain bersama teman-temannya, dan bercerita kepada ustadzahnya.
Seperti tadi, ketika salah seorang anak di beri sanksi karena melanggar beberapa aturan kelas. Hukumannya pun mendidik. Diajarkan untuk membersihkan kelas bersama ustadzah. Tapi, memang dasar anak ini nakalnya level menengah keatas, dia menolak. Salah seorang ustadzah memberi nasihat "anak yang baik itu suka membantu. Membantu orangtua di rumah dan membantu ustadzah".
Maka, kalimat ini menempel di benak mereka. Buktinya, setelah keluar main, tiba-tiba salah seorang santri akhwat menghampiri saya. Dia berbisik di telinga saya "ustadzah, saya di rumah suka membantu orangtua" Masya Allah. Maka saya meresponnya "berarti kamu anak yang baik, nak". Kasih jempol 4.
Tingkah mereka itu sebenarnya sangat menggemaskan. Meski suka bikin naik darah, tetap saja menjadi moment terngakak ketika para ustadzah kembali menceritakan tingkah mereka tersebut.
Saya pengen lemah lembut ke mereka. Tapi biasanya spontanitas suara naik beberapa oktaf kalau mereka sudah melakukan hal-hal yang tak bisa ditolerir. Saya harus kursus menjadi wanita yang lebih lembut lagi kayaknya. Wkwk.
Saya sudah berpanjang lebar. Meski pun diatas hanyalah sekian kecil moment yang yang saya ceritakan bersama mereka.
Kesimpulannya. Saya sangat bahagia menjadi bagian dari tempat ini. Dan jika boleh, saya ingin lebih lama. Jika Allah izinkan.
Sayang kalian, nak.

Comments

Popular posts from this blog

(Bukan) Takdirku-Cerpen

ketika hidayah menyapa (cerpen)

Tentang Buku "Berdamai dengan Takdir"