My Story about..
Aku adalah anak remaja perempuan yang paling bahagia. Aku punya orangtua dan 3 kakak
laki-laki yang sangat sayang dan memanjakanku. Meski hidup tak berlimpah denga
harta, namun kami selalu merasa cukup dengan rezeki yang Allah berikan.aku tak
punya saudara perempuan, tapi aku tak pernah merasa kesepian, karena aku
memilki Ibunda yang sekaligus bisa menjadi sahabat, atau kakak perempuan. Meski
usia kami berpaut 40 tahun. Namun beliau bagiku bisa menjadi apa saja. Tempatku
berbagi segala cerita. Curhat Tentang temanku yang jail, tentang cowok-cowok
yang mendekatiku, tentang guru-guru yang menyebalkan, tentang pujian guru
terhadap prestasiku di sekolah, tentang cita-citaku yang ingin jadi penulis,
dll. Maka setelah aku bercerita, giliran Bunda yang membagi kisah kehidupan di
waktu mudanya. Meski hanya tamat sekolah Dasar, namun banyak hal yang beliau
lakukan. Setelah lulus SD ia hidup mandiri dengan keterampilannya menjahit dan
menyulam. Karena beliau adalah satu-satunya anak gadis yang paling besar di
keluarganya yang belum menikah, maka ialah yang mengurus kesembilan
adiknya.meski ia masih punya orangtua yang lengkap, namun beliau tidak pernah
mau membebani mereka. Beliau juga adalah kutu buku, bisa menari dan memainkan
berbagai alat musik. Itu sebelum beliau menikah. Maka setelah menikah, dan
kusaksikan sendiri kebaikan-kebaikan beliau. Meski bukan orang yang paham,
namun ia adalah wanita yang selalu menunaikan kewajiban sholat lima waktu,
sering berbagi ke tetangga, taat kepada suami, tak suka bergabung dengan
Ibu-ibu yang di tepi jalan bergunjing, dan selalu bersabaratas musibah yang
dialami. Itulah mengapa aku sangat menyayanginya. Dan ia sangat menyayangiku.
Ia bagaikan malaikat yang Allah turunkan untuk diriku. Kemana-mana, aku selalu
bersamanya. Ke pesta pernikahan, ke acara hajatan, ke pasar. Setiap waktu
kuhabiskan bersamanya.
Ia begitu
memanjakanku. Tak pernah menyuruh ini dan itu. Kalau aku mau maka kukerjakan,
dan jika tidak beliau tidak akan marah. Hari-hariku hanya diliputi dengan
kebahagiaan memilki seseorang yang sangat mencintai diriku. Pekerjaanku di
rumah tidak banyak. Setelah pulang dari sekolah, aku makan, belajar, tidur, dan
bersenang-senang. Meskipun aku bukan tipikal anak yang suka keluar rumah. Tempatku
hanya di dalam kamar, bak putri raja. Jika hari libur tiba, aku ,menghabiskan
waktuku untuk bersantai-santai dan tidur. Pagi hari biasanya aku baru bisa
beranjak dari kasur sekitar pukul 09.00. itupun kalau Bunda datang
menghampiriku dan membangunkanku dengan penuh kasihnya.
Aku adalah
anak yang paling tidak tega jika melihat Bunda menangis ataupun terluka. Pernah
suatu hari, demi menyenangkan hati keponakannya yang baru datang dari Kota,
beliau langsung masuk ke kebun untuk memetikkan Jeruk Bali untuknya. Akupun
ikut bersamanya saat itu. Karena pohon jeruknya tak dapat dijangkau dengan
tangan maka harus di jolok. Saat itu hujan baru saja reda, jadi tanah di
perkebunan menjadi licin. Saat beliau menjolok buah, ia terpeleset dan jatuh
mengenai pohon sawit yang berduri.akibatnya, paha dan kaki bagian belakang
tergores duri dan berdarah. Aku histeris
dan menangis. Dan mengutuki sepupuku yang ngidam buah jeruk. Gara-gara dia
Bundaku terluka. Aku tidak suka itu. Aku tidak mau satu orangpun melukai Bunda.
Sekalipun itu Ayahku sendiri. Jika ia membuat Bunda menangis, maka aku adalah
orang yang paling membencinya.
Awal
januari 2012 tiba. Aku yang saat itu duduk di bangku kelas 3 SMA akan menyambut
UAN dan UAS. Namun, saat itulah Allah mengujiku dengan ujian yang sangat berat.
Aku bagai tak mampu lagi berpijak di bumi. Tak ingin lagi mengenal yang namanya
Tuhan.
Tiga hari
sebelumnya, penyakit lamaku kambuh. Sakit gigi. Dan saat itu Bunda sibuk
mengurus pernikahan salah seorang kerabatnya. Jadi tidak ada yang mengurusku di
rumah. Tiba di sekolah, aku langsung bercerita tentang Bunda yang pergi
meninggalkanku kepada teman-teman. Dengan heran, temanku bertanya “memangnya
Bundamu kemana?”
“dia pergi urus pernikahan kerabat.”
“oohh. Kirain kemana.”
Dan di tanggal 13 januari 2012, aku baru pulang dari
sekolah. Masih pagi.karena guru mengadakan rapat, jadi kami tidak masuk
belajar. Sesampai di rumah, kudapati Bunda sibuk di dapur. Oh iya, dia lagi
mempersiapkan acara syukuran nanti malam, atas hajatnya yang terkabul. Akupun
ikut membantu. Pagi hingga sore, beliau tidak pernah beristirahat. Makanpun
mungkin tak sempat. Ia hanya makan tempe goreng buatanku. Aku juga heran, baru
kali ini beliau lahap dengan makanan yang aku buat.
Menjelang
magrib, masakan sudah selesai. Akupun bersiap-siap untuk mandi. Ketika
asyik-asyiknya aku di dalam berkeramas, tiba-tiba kudengar teriakan Ayah dari
atas rumah memanggilku. Aku kaget. Langsung ku sambar handuk tanpa membersihkan
sisa shampoo yang ada di rambutku. Aku bergegas naik ke atas rumah. Ku dapati
di tempat tidur Bunda, Ayah yang sedang berusaha membangunkan Bundaku. Beliau
mungkin pingsan. Begitu fikirku. Karena baru beberapa menit yang lalu dia di
luar bersamaku. Tak ada siapa-siapa di rumah. Hanya aku dan Ayah. Persangkaanku
ternyata salah, dan tubuhku tiba-tiba melemas, bagaikan lepas seluruh
persendiannya, ketika Ayah berucap “sepertinya Bunda sudah pergi meninggalkan
kita.” Aku menangis sambil berkata “ah, tidak. Bunda belum pergi. Coba periksa
lagi denyut nadinya.” Maka Ayah menurutiku. Namun jawabannya hanya
geleng-geleng kepala. “keluar dulu cari kakakmu” perintah Ayahku. Aku berlari
keluar teras dengan tangisan yang keras, sampai-sampai tetanggaku berdatangan
karena kaget mendengar suaraku yang tak biasanya begitu.
Dan malam itu, malam jum’at. Allah telah mengambil orang
yang sangat aku cintai. Bundaku. Allah tidak adil. Kenapa bukan yang lain saja
dia ambil, kenapa mesti Bundaku? Astagfirullah. Aku betul-betul khilaf malam
itu. Hingga terbersit di hatiku untuk tak mau lagi sholat. Aku benci akan
takdir yang Allah berikan untukku. Ya Allah, aku memohon ampun dan bertaubat
atas segala khilaf dan salahku.
Sejak saat
itu, aku sudah tak seperti dulu. aku yang dulunya begitu bersemangat dalam
belajar, kini tak lagi. Aku lebih suka menyendiri, sambil mengingat kenangan
indahku bersama bunda. Rasanya, airmataku tak pernah kering untuk menetes. Ini
berlangsung hingga beberapa bulan.
Tak ada lagi tempatku berbagi cerita, berkeluh
kesah, semua orang rasanya tiba-tiba menjauh dariku. Tak ada yang menyayangiku
seperti kasih sayang Bunda. Kenapa Allah memberiku ujian yang begitu berat?
Apakah dia membenciku karena selama ini aku tak konsisten terhadap perintahnya?
Aku yang kadang meninggalkan sholat, aku yang masih berpacaran, padahal kutahu
itu tidak boleh. Mungkin Allah betul-betul membenciku. Namun, Allah
menyangkalnya. Ketika kudapati dalam firman-firman-Nya yang Maha Agung :
“Tuhanmu tidak meninggalkan engkau, dan tidak pula
membencimu.”(Adh- Dhuha : 3) Airmataku berderai, Dia menjawab tanyaku. Ia
menenangkanku dengan firman-Nya. Rabbiy, betapa lemah diriku. Betapa besar
Kasih Sayang-Mu, meski kepada hamba yang penuh maksiat pada-Mu.
Hari-hari yang kulalui serasa makin berat. Mengambil peran
Bunda di rumah, mengambil alih tugas-tugasnya, menjadi anak sekaligus Ibu.
Pagi-pagi aku harus bangun menyiapkan sarapan untuk Ayah dan kakakku. Pulang
sekolah, belum lepas penat di badan, harus beres-beres,menyiapkan makan siang
dan Mencuci pakaian. Subhanallah. Begitu sabarnya Bunda mengerjakan semuanya
bertahun-tahun. Semoga Allah melipat gandakan pahala untuknya.
Entah
kapan, hidayah mulai datang menyapaku. Mungkin ketika aku mengenal dunia
facebook. Yah, facebook adalah media yang di gunakan oleh orang-orang cerdas
untuk membagikan ilmu. Meski tak sedikit, orang-orang menyalahgunakannya.
Banyak fans page yang menurutku bisa menambah wawasan ke islaman ku like dan
kuikuti. Banyak hal yang bisa kudapat, motivasi hidup terutama. Namun, aku
belum puas. Aku butuh yang lebih. Maka, aku mengimpikan bisa belajar di pondok
pesantren atau semisalnya. Namun dimana dan bagaimana? Di kemudian hari Allah
menjawab tanyaku.
Waktu bergulir dengan pasti. Memberiku banyak
pelajaran yang berarti. Mengubahku dari sifat manja menjadi lebih dewasa.
Bahkan wajahku, seringkali orang menebaknya lebih tua dari usiaku yang
sebenarnya. Hehehe. Aku menikmati hidup yang keras saudariku.
Alhamdulillah, UAN dan UAS berakhir. Pelulusanpun
di umumkan. Aku masuk ke peringkat sepuluh besar di sekolah, dan berhak
mendapat uang saku. Kuniatkan, hadiah tersebut untuk membeli jilbab. Aku ingin
memakai jilbab. Bukan hanya di sekolah atau ketika ke pasar, tapi setiap hari,
setiap saat. Langkah awal yang meski begitu kecil namun sangat berarti buatku.
Selepas SMA, aku tidak tahu harus lanjut dimana.
Jikalaupun lanjut, apakah aku di izinkan meninggalkan rumah? Siapa yang akan
mengurusi Ayah dan kakak laki-lakiku? Dan ketika itu kondisi perekonomian
keluarga begitu sulit. Yang tidak memungkinkan, meski Aku sangat berharap bisa
melanjutkan sekolah ke jenjang kuliah.
Belum
selesai masalah yang satu, timbul lagi cobaan baru. Ujian di tengah ujian. Ayah
dan kakakku tiba-tiba sakit, dan Ayah memintaku untuk menemaninya pulang ke
kampung halaman nenekku. Aku tak lagi pedulikan tentang kuliah, SMPTN, dll. Aku
hanya focus untuk merawat Ayah dan kakakku. Sebulan lebih kami di kampung
nenek, hingga akhirnya keduanya mulai membaik, meski belum sembuh total. Kutata
kembali asaku untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi.
Dengan berbagai lika-liku yang harus ku tempuh. Hingga
kakiku bisa berpijak di salahsatu universitas swasta di Kota Makassar. Niat
awalku tidak berubah. Aku tidak sekedar ingin kuliah, tapi ingin menimba ilmu
agama juga. Aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan berharga yang telah Allah
berikan untukku.
Roda
kehidupan terus berputar tiada henti. Hingga takdir-Nya mempertemukanku dengan
salah seorang kakak senior di kampus yang menurutku sangat aneh. kenapa
kukatakan begitu? Yah, karena penampilannya yang sangat berbeda dari yang lain.
Ia memakai jilbab yang panjang dan lebar. Ia menutup auratnya dengan rapat.
Meski aneh, tapi hatiku tentram melihatnya. Ia begitu anggun, tutur katanya
lembut, ia bagai menghipnotisku. Ia membagikan selembaran dengan tajuk ukhuwah.
Kata-kata yang belum sepenuhnya kufahami ketika itu.
Ia datang
menawarkan bantuan ketika aku butuh. Ia memberiku hadiah, datang mengunjungiku,
membawaku ketempat tinggalnya. Iya sangat baik padaku. Suatu ketika aku berkata
padanya “kak, aku ingin memakai jilbab sepertimu.”
Ia tersenyum, lalu berkata “lebih baik berilmu dahulu dek,
lalu mengamalkannya.”
“lalu dimana aku harus menuntut ilmu seperti yang kakak
maksud?”
“insya Allah, kakak akan kabari dimana dan kapan. Tunggu
saja.”
Dan
akhirnya beberapa pekan kemudian, ia membawaku kesuatu tempat. di sana kami para
mahasiswi berkumpul dari berbagai fakultas. Kami di suruh berkenalan satu sama
lain, di sediakan makanan, dan diberi ilmu. Masya Allah. Baik sekali mereka.
Lalu di lain waktu aku baru mengetahui kalau mereka bernama akhwat. Dan
kegiatan tersebut adalah daurah.
Sekitar 3
atau 4 bulan setelah hari itu, akhirnya aku berhijrah. Dan Alhamdulillah
sekarang aku telah memakai niqab. Fabiayyi alaa’irrabbikuma tukadziban. Maka
nikmat Tuhan-Mu manakah yang kau dustakan?
Di Daurah aku mendengar sabda Rasulullah Shallallahu ‘alahi
Wasallam dari seorang kakak : terputuslah amalan seseorang setelah meninggal,
kecuali 3 perkara yaitu ilmu yang bermanfaat, shadaqah jariyah, dan anak sholeh
yang mendo’akannya.” (HR. Muslim).
Bunda,
selama hidupmu, aku tak mampu memberi apa-apa, melainkan hanya menyusahkanmu
saja. Bunda, kuingin bahagiakanmu di sana. Dengan berusaha menjadi anak yang
sholeh untukmu. Maafkan nanda, yang tak sempat menunjukkan bakti dan akhlak
islam padamu. Bunda, kuingin Allah hadiahkan untukmu syurga, atas hidayah yang
telah ia berikan. Semoga diriku terpacu untuk menghafalkan ayat-ayat-Nya jua,
hingga mahkota kemuliaan akan di pakaikan untukmu kelak.
Ketika
Allah menentramkan hatiku dengan berfirman “Tuhanmu tidak meninggalkanmu dan
tidak pula membencimu” maka ia lanjutkan dengan firman-Nya :
“dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada
yang permulaan. Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan Karunia-Nya
kepadamu, hingga engkau menjadi puas. Bukankah dia mendapatimu sebagai seorang
yatim, lalu Dia melindungi (mu). Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang
bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang
kekurangan, lalu Dia memberi kecukupan.” (Adh-Dhuha : 4-8).
Ketika ia
menimpakan suatu cobaan kepada hamba-Nya, itu bukan pertanda kebencian, namun
tanda Kasih Sayang. Bukankah orang yang beriman kepada-Nya akan di uji. “Adakah
manusia itu menyangka bahwa mereka dibiarkan saja setelah mengatakan : kami
beriman, lalu mereka tidak diuji? (Al Ankabut : 2)
Dan ujian
itu Allah berikan sesuai dengan kadar kemampuan kita. “Allah tidak membebankan
seseorang melainkan dengan kadar kesanggupannya.” (QS. Al Baqarah :286).
Yakinlah
wahai saudariku, setiap ujian ini kan berlalu, seiring berjalannya waktu. “Maka
sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan. Setelah kesulitan ada kemudahan.”
(QS. Al Insyirah : 5-6).
Ya Allah, karuniakanlah kami hati yang senantiasa bersabar
atas segala ujian yang menerpa dan rasa syukur atas nikmat yang penuh berkah.
Aamiin.
Salam ukhuwah Fillah
Comments
Post a Comment