Usia kritis



Berbagai macam problematika hidup terus bergulir di depan mataku. Dan seperti yang sudah-sudah, setelah mengamati, memikirkan lebih dalam, maka akan tertuang dalam bentuk narasi di "rumah" ini. 
Bagi seorang gadis, usia mendekati angka 30 adalah usia yang membuat hati berdebar-debar cemas tak menentu. Kapankah ada seseorang yang akan datang mengetuk pintu rumahnya?
Beberapa teman di sekitar saya juga mengalami. Jika terlihat dari luar, mereka santai saja seperti tak terbebani. Tetapi, dikorek sedikit, mereka akan menuangkan isi hatinya yang terdalam. Keresahan akan pendamping hidup yang belum juga datang. 
Secara khusus bagi perempuan bugis Makassar, mungkin akan terbersit di benak kita "panaiknya tinggi, sih. Makanya gak kawin-kawin". Awalnya, saya pun berfikir demikian. Tapi tidak setelah berdiskusi dengan satu dua orang dari mereka. Keluarga mereka -alhamdulillah-  tidak memberatkan. Baik dari segi uang Panaik atau pun adat istiadat daerahnya. Lalu apa masalahnya, mengapa usia segitu mereka belum juga naik pelaminan?
Kembali lagi pada pemahaman kita mengenai takdir. Memang belum waktunya. Allah pasti memilihkan hari yang tepat dimana mereka akan bertemu dengan teman hidup mereka. Atau mungkin saja kesiapan hati dan mental. Kita belum siap menanggung segala resiko dan ujian pernikahan, makanya Allah belum kasih. Nanti kita ketenteran sendiri. sungguh Dia Maha Tahu apa yang Hamba-hambaNya butuhkan. 
Mungkin kita perlu berkhalwat dengnNya,meminta dengan khusyuk, penuh harap dan takut, merendah diri, merayu dan membujukNya selaiknya anak kecil yang ingin mainan baru. Ya. harusnya begitu. Allah sudah tentu Mengetahui, namun kita perlu mengutarakan sebagai bentuk ketergantungan kita pada-Nya. 
Jangan sedih, ya, buat yang diambang kritis. Allah sayang sama kita. Dia mau melihat sejauh mana kesabaran kita, sejauh mana ketaatan kita dalam penantian. 
Ishbir yaa sholihaah. Semoga disegerakan. 

Comments

Popular posts from this blog

(Bukan) Takdirku-Cerpen

ketika hidayah menyapa (cerpen)

Tentang Buku "Berdamai dengan Takdir"