Short Story About Azalea (True Story)

Hujan belum jua reda,
ketika rindu
mulai pupus terurai masa..

kelebat bayang
telah menggelap..

Menutup mata saja..
agar tak ada lagi rasa..

Halte, 17 mei 2016
Ketika rindu dan hujan tak lagi saling mengusik

Azalea mengerjapkan matanya yang mulai basah seperti tanah yang terguyur hujan dihadapannya. Semua kembali berputar di memorinya. Masa lalu. Sungguh, semuanya telah berubah. Situasi, perasaan, dirinya, dan -mungkin- lelaki itu. Namun, satu yang tak bisa ia ubah. Kenangan. Karena, betapa pun canggihnya abad ini, belum ada aplikasi yang bisa menghapus kenangan, kecuali ada yang suka rela menjadikan dirinya terkena amnesia.

***

"Assalamu 'alaikum.. Azalea?"
Pesan pertama yang ia dapatkan dari Lelaki itu 8 bulan yang lalu. Tak pernah ia ingin menggubrisnya. Pesan demi pesan ia terima dari Lelaki itu, menyatakan kekagumannya dan juga keseriusannya. Tapi, Azalea bukan gadis bodoh yang mudah terpedaya. Apalagi -ketika itu- Si Lelaki datang sebagai secret admirer, tak ada identitas sama sekali. Hingga waktu merubah segalanya. Tiga bulan ia berusaha meredam rasa penasarannya dan melenyapkan Lelaki itu dalam benaknya, hampir berhasil, namun aslinya gagal. Lelaki itu kembali datang merecoki hidupnya. Datang dengan segala identitasnya, meyakinkan Azalea dengan sejuta janji kebahagiaan, bahkan Ibu sang Lelaki meminta Azalea untuk bertemu. Dan mereka akhirnya bertemu, Azalea, Lelaki itu, dan Ibu si Lelaki.
***

Azalea datang menemuiku dua bulan yang lalu. Menceritakan bahwa ia akan menikah. Wajahnya berseri-seri, penuh senyuman, tentu saja ia bahagia. Kebahagiaan ada di depan matanya. Seketika segala nestapa menguap ke udara. Tak perlu lagi cemas dengan nasibnya yang hidup sendiri di Kota Besar tanpa keluarga, seakan tak ingat lagi tentang kastanya, bahwa ia adalah anak yang terbuang. Ia lupa segalanya. Ia sudah buta akan cinta. Dan entahlah.. sejak kapan kata itu berubah. Benci jadi Cinta. Sungguh klasik sekali kisah Azalea. Tertimbun dukanya hanya sementara. Dan waktu selalu saja merubah segalanya.
***

Ia kembali datang padaku, mengadukan perihal perasaanya. Wajah berbeda kutemui, berbalik dari sebelumnya. Wajahnya sembab, pipinya tirus, tubuhnya menyusut, senyumnya telah hilang, dan airmata yang mewakili segala lukanya. Lelaki itu pergi tanpa kabar, ketika pernikahan telah dirancang. Tak ada kabar sama sekali. Ia menghilang begitu saja. Jika dalam novel picisan, tokoh lelakinya pergi, bisa jadi karena sakit keras, habis kecelakaan hingga koma, lalu tiba-tiba datang.. dan.. surprise.. mereka hidup bahagia. Namun, ini beda. Ini bukan novel picisan, bukan kisah sinetron yang meski pun beribu episode, ujung-ujungnya happy ending, atau bak FTV, satu episode, selesai, lalu bahagia. Semuanya bukan tentang itu. Tapi tentang Azalea yang malang. Ah, haruskah kuberi judul kisahnya seperti itu?
***

Hari ini Azalea -lagi lagi- datang padaku. Membawa sejuta kisah dengan satu tokoh, dirinya. Kini, ia kembali seperti dulu, ah tidak, aku salah. Jika dulu matanya berbinar bahagia, kini pancaran kesejukan di bola mata hitamnya kudapatkan. Dulu senyum bahagia itu merekah, tapi kini sunggingan tipis penuh ketulusan ia berikan. "Apa kau bahagia?" Selidikku. Ia mengangguk yakin. Mengalirlah petuahnya. Bahwa adalah setiap makhluk di bumi telah ditakdirkan berpasang-pasangan, lalu apa yang ia khawatirkan? Namanya saja sudah terpatri sebelum diciptakannya langit dan bumi, bersama sebuah nama yang masih jadi rahasia. Adalah janji sang Maha Pengasih, Wanita yang baik untuk Lelaki yang baik. Memperbaiki diri bukan berarti agar mendapat yang baik, tapi menuju ke yang baik agar Sang Maha Agung, ridho dan mencintainya, hingga memberikan apa pun yang dimintai oleh hamba yang dicintainya. Semuanya Lillah. Dan bahwa bisa jadi apa yang ia sukai, buruk baginya, hingga Sang Maha Mengetahui menjauhkan hal itu darinya, dan menggantinya dengan yang lebih baik. Dan adalah jodoh, bisa jadi didahului oleh ajal. Maka, apa yang harus ia risaukan, selain hari-harinya yang berganti tanpa amalan yang berarti, bukan karena tanpa pendamping di sisi.

Azalea, terima kasih sudah memberiku pelajaran berharga, tentang kesabaran akan ujian, tentang keikhlasan melepaskan yang bukan milik kita, tentang kisah cinta klasik tapi mengagumkan.

Ah, kau pernah berkata padaku, bahwa kau ingin memiliki kisah cinta seperti orang lain. Dan, Hey sobat! Ini kisahmu. True Story about you. Azalea.

***
hujan kembali mengguyur Kota ini. Aku menatapnyanya lekat, yang menyesap coklat hangat di tangannya.
"Tidakkah hujan ini menyakitimu, membawamu kembali pada kenangan tentang kepahitan? Bukankah hujan selalu menggiring kita menemui memori silam, hingga menciptakan rindu?"
Ia tersenyum. Manis sekali. Seperti coklat yang kami nikmati.
"Ah, andai kau tahu, betapa bahagianya menikmati hujan dan rindu, ketika mereka tak lagi saling mengusik"

"Apa kau membencinya?"
Pertanyaanku kali ini mengubah mimiknya. Seakan berusaha mencerna tanyaku.

"Aku manusia yang tentu pernah membenci. Namun, aku juga sadar, bahwa aku hamba dari Sang Maha Pemaaf. Aku sudah memaafkannya. Berusaha berdamai dengan segala luka yang ditorehkannya. Dan rasanya.. jauh lebih baik, ketimbang membenci."

Kami sama-sama tersenyum, sembari menatap hujan di luar sana. Melambungkan asa kami dalam rapal do'a. Semoga esok, kisah ini lebih baik.

END

Comments

Popular posts from this blog

(Bukan) Takdirku-Cerpen

ketika hidayah menyapa (cerpen)

Nikmat Sehat (Laa ba'sa Thohurun Insya Allah)