Teman Curhat



Saya bukan jenis orang yang bergaul dengan siapa saja atau punya cirlce pertemanan yang luas. Teman saya sebatas teman sekolah, teman kuliah, teman seprofesi, dan beberapa yang dari organisasi yang hingga sekarang masih menjalin ukhuwah. 
Dan dari sedikitnya teman tersebut tidak semua saya bisa bercerita bebas, meluahkan segala permasalahan hidup atau persoalan hati. Hanya ke satu atau dua orang yang memang sangat saya percaya, dan saya nyaman untuk bercerita kepada mereka. 
Teman yang kesehariannya bersama saya pun belum tentu saya bercerita ke dia persoalan saya. Teman yang dari luar orang lihat seperti sahabat juga belum tentu saya jadikan tempat curhat.
Jika kalian punya teman curhat, saya ingin bertanya, kenapa kalian curhat kepadanya? Kenapa bukan kepada yang lain? 

Meski saya tidak punya banyak "tong sampah" diluar sana, tak dipungkiri banyak teman-teman justru nyamannya menjadikan saya sebagai "tong sampah" mereka. Bukan karena saya besar kepala, mereka sendiri yang jujur mengatakan hal ini. 
Salah seorang adik, mantan rekan kerja dan teman taklim pernah berkata, saya suka bercerita kepada kakak, karena kakak pendengar yang baik. Menanggapi keluh kesah seseorang bukan sekadar ucapan "ooh", "iya", "hmm", "he'eh", tapi ada feedback-nya. 
Ketika seseorang bercerita kepada saya, saya menempatkan diri saya ke posisi orang yang bercerita. Saat kita bercerita kepada orang lain terkadang dalam situasi tertentu kita hanya butuh meluahkan perasaan, tak mesti harus ditanggapi. Cukup didengarkan dengan baik. Tapi dalam kondisi lain, kita juga butuh untuk ditanggapi, diberi saran, tapi tidak dengan judgement. Itu yang saya lakukan kepada teman-teman saya jika mereka bercerita. Dan yang paling penting, saat orang lain menjadikan kita teman curhat, berarti mereka percaya kepada kita. Jangan sekali-kali merusaknya dengan menjadi ember bocor. Karena kepercayaan itu mahal harganya sebagaimana kejujuran yang tak bisa dibeli. 

Kenapa manusia butuh curhat? Kerap kita dengar wejangan "jangan curhat kepada manusia, curhat ke Allah saja. Karena manusia takkan bisa memberi solusi, justru bisa menambah masalah". Saya setuju dan tidak setuju. Saya setuju bahwa memang seharusnya kita sebagai hamba, pertama kali ketika kita ada masalah larinya kudu ke Allah. Tapi.... Bukan berarti kita tidak boleh bercerita ke manusia. Fitrahnya manusia kan makhluk sosial. Allah ciptakan kita tidak sendiri. Allah beri kita teman, keluarga, sahabat. Allah hadirkan mereka untuk kita tentu ada maksud dan tujuan. Manusia memang bukanlah pemberi solusi, tapi beban akan sedikit berkurang setelah kita share kepada yang lain. Tak harus ada solusi. Kita hanya perlu untuk didengarkan. That It's point.
Naah, jika anda butuh curhat, butuh mengeluarkan uneg-uneg, butuh di dengarkan, saya menerima jasa "tong "sampah". Silahkan hubungi kontak dibawah ini. Hahahaha. Canda diing. Mmm, tulisan ini saya mau tutup dengan apa, ya? Jadi bingung. Wkwk. Ya syudah. Segitu dulu. Byee.
.
.
.
📷 https://pin.it/syr46webqkuzsx

Comments

Popular posts from this blog

(Bukan) Takdirku-Cerpen

ketika hidayah menyapa (cerpen)

Tentang Buku "Berdamai dengan Takdir"