#copas



Entah mungkin hanya saya yang begitu greget sama tukang copas di sosial media tanpa mencantumkan sumber penulisnya. Apalagi medsos yang bernama fesbuk. Memang kita ketahui bersama, jejaring sosial tersebut dijangkau oleh semua kalangan. Bocah, emak-emak, bapak-bapak. Dari kalangan menengah atas, sampai kalangan menengah kebawah. Itulah juga kenapa fesbuk menjadi sumber berita kehoax-an yg sangat tinggi. Lah, gimana tidak, warganya memang tukang copas.
Di medsos lain juga ada, meski tidak sebesar fesbuk. Sudah dua kali saya "memarahi" orang gara-gara saya dapati tulisannya copas. salah satunya adalah copas artikel dakwah, dan artikel tersebut sangat saya kenali dan tahu siapa penulis aslinya. Ketika saya bertanya di kolom komentar, benarkah dugaan saya bahwa tulisan tersebut tulisan orang yang saya maksud? Dia menjawab benar. Oh ya, sebelum saya mengetik komentar saya, sudah ada komentar lain yang bertengger disana dan meminta izin untuk mengcopas tulisan tersebut. Dan kalimat "silahkan *emotsenyum" itu buat saya pengen langsung muntahin lahar saking keselnya. Dan kembali ke komentar saya, setelah dia menanggapi bahwa benar itu bukan tulisannya, saya membalasnya lagi dengan kalimat "maaf ya sebelumnya, saran saya, jika ingin mengopy tulisan atau artikel tertentu sebaiknya dicantumkan sumber/penulisnya sebagai pertanggungjawaban ilmiah terhadap tulisan tsb. Barokallahu fiik." Demikian tulis saya. Saya fikir dia sangat paham soal pertanggungjawaban ilmiah, lah wong dia lulusan S2. Setelah komentar itu, dia tidak membalasnya lagi. Dan saya tidak tahu apakah tulisan tsb di hapus atau sudah di edit. Saya tidak lagi mengeceknya. 

Kembali ke fesbuk. Beberapa alasan ngeles yang pernah saya baca dari tukang copas disana. Katanya "yang punya tulisan tidak komplain mengenai hal tersebut. Dan lagi pula itu lebih menyelamatkan mereka dari sifat riya' jika saja tulisan tersebut terkenal dimana-mana."
Oh my God. Pengen saya sleding rasanya opini itu. 
Gini loh, menulis itu tidak semua orang mampu. Apalagi menulis yang baik dan bermanfaat untuk orang banyak. Menulis tidak sekadar pake tangan buat ngetik atau mencatat pakai pena. Tapi pake otak buat mikir. 
Pun jika ada yang mengcopas tulisan seseorang tanpa mencantumkan nama penulisnya, seakan-akan dia mengakui bahwa itu adalah hasil karyanya. Meski dia secara tidak langsung berkata begitu. Dan itu jahat sekali menurut saya. 
Dan tahu darimana sih, hati seseorang, kalau mereka bisa riya' kalau tulisannya di share? Subhanallah. Itu kayak mengatakan bahwa yang sedekah terang-terangan itu pada riya'. Hellow....!
Udah ah, jadi capek sendiri ngomongin ini.

Jadi, simpulannya, hargailah karya tulis seseorang. Meski hanya quote pendek. Dengan mencantumkan nama penulisnya. Penulisnya juga tidak bakal terkenal hanya karena kamu menuliskan namanya yang kecil di pojok bawah. Dan berapa orang, sih, yang mau capek-capek mencari nama tersebut. Saya fikir sedikit sekali. Mereka tidak butuh ketenaran. Mereka cuman butuh dihargai dan diapresiasi dengan cara memberi hak yang semestinya. 
Sekian.
.
.
.
📷 https://pin.it/2lsvBjW

Comments

Popular posts from this blog

(Bukan) Takdirku-Cerpen

ketika hidayah menyapa (cerpen)

Tentang Buku "Berdamai dengan Takdir"