Narasi di akhir Tahun



12 bulan, 360 hari, setahun kita lewati hari-hari yang sulit. Tahun terberat kedua setelah tahun 2012.
Berbagai hal yang merupakan didikan hidup dari sang Pencipta sudah kita jalani meski kerap jatuh. Memutuskan untuk kembali ke rantauan, memilih untuk hidup bersama anak-anak dan belajar dari mereka banyak sekali pengalaman, memaksa diri untuk bertahan dibawah tekanan hidup yang makin keras, menuntun hati untuk mau duduk sejenak mengambil hikmah 3 kali dalam sepekan, tak mengambil jatah libur di akhir pekan demi memenuhi kebutuhan sandang pangan dan perawatan. Memilih untuk berhenti mengambil peran di sosial media yang hanya memicu perdebatan.
Diriku, terima kasih sudah berusaha kuat. Aku selalu percaya bahwa kamu bisa lewati segenap rintangan hidup. Bukan karena kelebihanmu, namun karena kamu sadar atas banyaknya kurangmu dan bersandar kepada yang Maha Kuat. Terima kasih sudah berusaha sabar menghadapi tingkah murid-muridmu yang lucu sekaligus kadang mengesalkan. Terima kasih sudah kuat menghadapi rekan-rekan kerjamu yang terkadang tak tahu menjaga perasaan. Terima kasih sudah sabar meski impian terbesarmu tahun ini gagal. Terima kasih sudah ikhlas menerima setiap takdir yang di berikan oleh-Nya. Terima kasih karena sudah bangkit, meski dengan penuh air mata, meski harus bertumpuh pada dua tangan. Terima kasih sudah mau melanjutkan perjalanan, meski hampir putus asa, meski harus terseok-seok dan merangkak.
Diriku, kamu berhasil melewati tahun ini dengan baik, meski banyak kekurangan yang harus kamu perbaiki di tahun mendatang.
Aku harap kamu selalu menjadi seperti Azalea, bunga kesayanganmu. Yang tetap tumbuh meski di tanah kering dan tandus. Yang tetap indah meski tak berbunga.
Fyif, jadi wanita tangguh, ya. Jangan lagi cengeng dan jadi pecundang, lari ketika ada masalah. Jangan suka marah-marah terhadap malaikat-malaikat kecil yang telah mewarnai hari-harimu, mereka sumber bahagia, tawa, dan pahala besar buatmu. Jadi wanita yang sabar dan ikhlas. Tak perlu pusing hadapi pertanyaan-pertanyaan tak berbobot orang-orang sekitarmu. Toh, bukan mereka yang memberimu hidup. Jangan suka mengeluh, nikmat dari Rabbmu jauh lebih banyak ketimbang ujiannya. Kamu hanya sebentar di dunia ini, amalnya di tambah lalainya di kurangi. Ingat, kamu tidak hanya menanti jodoh tapi juga kematian. Kamu tidak tahu, yang mana akan menjemputmu lebih dahulu, pangeran atau maut.
Tenang saja terhadap masa depan, karena ada Dia sebaik-baik Perancang. Kamu tak perlu takut hadapi hari esok, asal kamu masih Menjadikan-Nya satu-satunya, kamu akan senantiasa di beri yang terbaik.
Selamat menanti tahun depan, yang -mungkin- jauh lebih sulit dari tahun-tahun yang telah berlalu.

Comments

Popular posts from this blog

(Bukan) Takdirku-Cerpen

ketika hidayah menyapa (cerpen)

Nikmat Sehat (Laa ba'sa Thohurun Insya Allah)