Dialog dua Ana' Dara



Tenri : (masuk ke bilik Besse' secara tiba-tiba) siapa tadi laki-laki yang datang itu? Laki-laki keberapa yang sudah kau patahkan tunas harapannya yang sementara kuncup?
Besse': (bergeming tanpa kata. Hanya menengok sebentar kemudian fokus kembali membaca buku)
Tenri : hey, Andi Besse'! Jawab pertanyaanku. Sudahi dulu membacamu. Apa tak bosan kau mengurung diri di bilik ini dengan membaca, membaca, dan membaca. (mengambil buku ditangan Besse' dan meletakkannya di tempat tidur. Lalu mengambil tempat duduk di samping Besse').
Besse' : (menghela nafas) "saya tidak tahu Andi Tenri, siapa lelaki itu. Dan saya juga tidak menghitung, dia lelaki ke berapa yang  saya patahkan tunas pengharapannya yang mulai kuncup. Asal kau tahu, saya tidak pernah punya niat untuk menyakiti mereka. Merekalah yang datang ke rumah ini tanpa saya minta."
Tenri : lancang sekali laki-laki itu mendatangimu. Tidak kuli, pemakan gaji di kebun, tukang bakso, tukang jahit sepatu, semuanya kurang ajar. Tidakkah mereka tahu, siapa kau, siapa keluargamu? Kau itu Andi. Ayahanda dan Ibunda Pettamu keturunan bangsawan. Dan mereka siapa? Orang tak jelas asal usul keturunannya. Kalau Petta Ajimu masih hidup, tak bisa dia tapaki lantai kayu rumah ini. Benar-benar tak tahu malu.
Besse' : (menggeleng) "tidak Andi Tenri. Mereka bukan lancang atau kurang ajar. Mereka punya niat baik. Kita ini di negeri orang , bukan di tanah Ogi'. Mereka tak tahu adat istiadat kita."
Tenri : salahmu juga. Kenapa harus hilangkan identitas disini. Ada identitas belum tentu orang tahu, apalagi tidak ada.
Besse': "Ibunda Pettaku tidak suka dengan hal itu. Makanya saya dan daeng Baso' tidak memakai gelar Andi. Sementara sepupu-sepupuku bergelar Andi semua. Menurut Beliau, kita semua sama. Tidak ada perbedaan antara yang anak keturunan arung atau pun anak keturunan Atang.
Tenri : Lalu Kenapa kau menolak setiap laki-laki yang datang ke rumah ini? Bukankah Pettamu menyerahkan semua keputusan padamu?
Besse' : saya tidak tertarik kepada mereka. Bukan saya tidak suka, hanya belum ada rasanya lelaki yang tepat untuk saya jadikan suami.
Tenri : ooh, jangan-jangan kau menunggu pangeran berkuda putih? (Tertawa terbahak-bahak)
Besse' : hush. Suaramu Andi Tenri. Tidak melambangkan sama sekali anak keturunan arung. (Memukul lengan Tenri)
Tenri : seperti kau saja ada melambangkan anak keturunan arung. Tak ada putri bangsawan yang preman sepertimu. (Tenri mencibir).
Tenri : eh, Andi Besse', kau mau cenningrara?" (Bersemangat dan tersenyum menggoda)
Besse': (memukul lengan Tenri) hush. Syirik itu, Andi Tenri.
Tenri : syirik? Istilah apa itu?
Besse' : syirik artinya menduakan Tuhan. Tidak boleh dalam agama. Saya dengar dari Ibunda Pettaku. Beliau punya buku. Tapi berbahasa Arab. Saya tidak bisa membacakannya untukmu.
Tenri : Ibunda Pettamu bisa baca tulisan Arab dan mengerti artinya? Dia belajar dari mana?
Besse' : jangan kau remehkan Ibunda Pettaku. Beliau belajar dari puangnya.
Tenri : saya hanya bertanya, Andi Besse'. Jangan kau ambil hati. Eh, saya mau bertanya lagi, tampankah tadi itu laki-laki yang datang kesini?
Besse' : biasa saja. (menyodorkan piring berisi kue) lebih baik kau makan doko'-doko' saja, dari pada kau datang mewancaraiku tentang laki-laki.
Tenri : (cemberut) hanya doko'-doko'?! Bukan makanannya putri bangsawan ini, Andi Besse'. Kau suguhkan saya pula dengan piring plastik begini. Harusnya ini kau simpan di piring perak. Terus datang menyuguhkanku sambil duduk di depanku (menunjuk lantai di bawahnya).
Besse' : kau kira saya atangmu, Andi Tenri!
Tenri : karena kau tidak mau jadi Putri bangsawan, maka jadilah atangku. Atangku yang paling macenning na malebbi'. (Lagi-lagi Tertawa terbahak-bahak)
Besse' : (piring melayang di kepala Tenri).
***
Note :
Arung ; gelar bangsawan Bugis
Andi ; anak keturunan dari arung
Atang ; budak (jika disambung maka atangku dibaca atakku, atau atangmu dibaca atammu)
Petta ; panggilan kepada orangtua yang masih anak keturunan arung. Baik kepada Ayah atau Ibunya, ataukah pamannya. Dalam suku Bugis biasa disingkat menjadi Etta.
Macenning : manis
Malebbi' ; anggun
Doko'-doko' : kue khas Bugis yang di bungkus daun pisang
Puangnya : Bapaknya. Keturunan Arung juga biasa memanggil orangtua mereka dengan panggilan puang untuk menghormati mereka.
Cenning Rara : jampi2 pemikat lawan jenis

Mohon krisannya kalau ada yang kurang tepat informasinya. Tengkyu.

Comments

Popular posts from this blog

(Bukan) Takdirku-Cerpen

ketika hidayah menyapa (cerpen)

Tentang Buku "Berdamai dengan Takdir"