Teman

Kami tertinggal 2 orang. Terseok-seok menuju jalan terang. Teringat moment kebersamaan berempat kami, menelusuri setitik demi setitik cahaya yang ada di depan ujung jalan. Kami pernah tertawa dan menangis bersama. Tak ada rahasia. Meski di suatu waktu diantara kami diuji dengan seorang lelaki yang menginginkan 2 diantara kami. Kami berkeping ketika itu, tapi menyatu lagi. Meski tak seutuh dulu.
Kusuka menyusuri kenangan kami di akun sosial media. Karena, ratusan percakapan itu selalu diselingi canda tawa kami. Atau menelurusi jejak perjalanan kami di pelataran kampus, di rumah makan, di meskam. Tentang arti teman dan kebahagiaan kala itu, sangat mahal bagiku. Ketika semua masih utuh terjalin. Mungkin, aku sendirilah yang menangis disini. Teringat segalanya tak ada yang abadi. Pun persahabatan. Ah, bahkan yang saling mencintai di dunia ini, bisa jadi saling membenci di akhirat. Benar-benar fana.
Setiap waktu, kutengok rintik hujan diluar, hatiku ikut menggelembung oleh rindu. Bisakah waktu berbalik arah? Mengulang masa kebersamaan kami dahulu, ketika tak ada hawa nafsu dan ego besar sebagai batu pembatas. Yang kita tahu, KITA ADALAH TEMAN.

Penghujung tahun 2018
Mengenang sendiri persahabatan

Comments

Popular posts from this blog

(Bukan) Takdirku-Cerpen

ketika hidayah menyapa (cerpen)

Tentang Buku "Berdamai dengan Takdir"